'Impian orang kaya dan impian orang miskin - tidak tumpang tindih, kan?
Begini, seumur hidup mereka, orang miskin bermimpi punya cukup makanan dan kelihatan seperti orang kaya. Lalu, apa yang diimpikan orang kaya?
Menurunkan berat badan dan kelihatan seperti orang miskin.'
Adalah kegembiraan yang luar biasa ketika saya berjalan-jalan ke Galeria Mall bersama pacar, menilik sebentar ke sebuah toko buku, dan menemukan buku ini berada di bawah label diskon 50%. Sudah lama saya pingin baca buku ini. Alasannya sederhana. Cover dan judulnya yang lucu, resensi dan review yang menarik, dan fakta bahwa ini adalah novel dari India, salah satu negara yang tradisinya paling saya sukai.
Saya tamatkan novel yang lumayan tipis dan tidak terlalu berat dibaca ini di kereta Taksaka, dalam perjalanan dari Jakarta untuk merajut masa depan, pulang ke Jogja. Enjoy my review!
Balram Halwai, seorang entrepreneur sukses di Bangalore, India bagian selatan, menulis surat selama tujuh malam ke Perdana Menteri China yang akan berkunjung ke India. Surat-surat ini lah, monolog panjang Balram yang penuh nada sarkasme dan berbalut humor gelap, yang kita baca di novel ini.
Balram menceritakan kepada sang Perdana Menteri riwayat hidupnya. Bagaimana pada awalnya, dia adalah seorang lugu yang bodoh dari daerah Kegelapan, daerah India yang kumuh, miskin, dan bagaikan bumi dan langit dengan India yang kita kenal lewat film Sahrukan atau para finalis Miss Universe yang berbodi semlohai itu. Balram yang putus sekolah besar dengan mental pembantu, dan menganggap pekerjaan yang ia dapat kemudian, sebagai supir dari keluarga kaya raya pengusaha batu bara, adalah suatu pekerjaan terhormat dan prestasi yang membanggakan seluruh keluarganya.
Balram bercerita tentang majikannya, Mr. Ashok, yang berbeda dari tipikal orang kaya India lainnya. Mr. Ashok masih memanusiakan para budak, berpikiran maju, masih memiliki hati nurani untuk menentang korupsi dan suap yang ketika itu sudah menjadi sistem. Kita akan sama-sama melihat bagaimana kehidupan kota, khususnya nanti New Delhi, membuat kedua tokoh protagonis ini berubah. Yang tadinya baik menjadi, well, tidak terlalu baik. Balram yang tadinya bersikap seperti Hanuman sang pelayang setia, pada akhirnya menggorok leher Mr. Ashok dan menjadi buronan yang dicari para polisi, dan kemudian, oleh proses yang tidak seberapa detail, menjadi entrepreneur sukses yang berkuasa.
Balram memberi tahu si perdana menteri tentang kebobrokan negeri India, sebagian besar karena korupsi, yang well, memang ekstrim, tapi sebetulnya sudah tidak asing kalau kita translasikan ke negeri ini. Pihak yang kaya semakin buncit, pihak yang miskin semakin tergencet. Balram menceritakan tentang bagaimana uang bertindak sebagai penguasa dunia, kesenjangan sosial, dan lingkaran setan kemiskinan. Ia juga menyelipkan beberapa humor, sentilan sentimen terhadap kaum muslim, dan sedikit tentang pelajaran menjadi entrepreneur dan bisnis outsourcing.
Saya pribadi merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Lumayan lah sebagai selingan, daripada baca chicklit atau diktat kuliah melulu, walaupun agak membingungkan di beberapa tempat. Saya pribadi menganggap alasan Balram curhat kepada si perdana menteri agak tidak relevan. Well, tak ada gading yang tak retak, but still hope you will enjoy this book as much as i do.